Mencari pola merupakan bagian penting dari
pemecahan masalah matematika. Eksplorasi pola-pola bilangan perlu memperoleh
perhatian serius dalam pembelajaran matematika sehingga para siswa dapat
mendeskripsikan, memperluas, menganalisis, dan membangun bermacam-macam pola
dan merepresentasikan hubungan fungsionalnya dengan tabel-tabel, grafik-grafik,
dan aturan-aturan. Maka dari itu kita akan mempelajari pola-pola bilangan yang
berdasarkan barisan dan deret. Disini kita juga akan membahas sekilas mengenai
basis bilangan.
A.
Barisan Bilangan
Barisan adalah suatu kumpulan suku-suku dalam
urutan tertentu. Secara formal, suatu barisan dapat didefinisikan sebagai suatu
fungsi yang mempunyai daerah asal bilangan bulat positif. Bilangan-bilangan di
dalam daerah hasil suatu barisan, yang disebut suku barisan, kita batasi untuk
bilangan-bilangan real.
Contoh barisan:
(a) 1, 2, 3, 4, 5, 6,...
(b) 0, 5, 10, 15, 20, 25,...
(c) 2, 6, 10, 14, 18, 22,...
(d) 1, 11, 111, 1111, 11111,...
Barisan (a), (b), dan (c) mempunyai
sifat yang sama, tetapi barisan (d) berbeda sifat dari ketiga lainnya. Pada
baris (a), setiap suku dimulai dari suku kedua diperoleh dari satu suku
sebelumnya ditambah 1. Dengan kata lain, selisih antara dua bilangan yang
berdekatan pada barisan itu selalu 1. Pada barisan (b), selisih antara dua
bilangan yang berdekatan selalu 5, dan dalam barisan (c) selisihnya selalu 4.
Tetapi dalam barisan (d), selisihnya adalah 11-1=10, 111-11=100, 1111-111=1000,
dan sebagainya. Di dalam barisan (a), (b), dan (c), selisih antara satu suku
dengan suku lain yang berdekatan tidak berubah sepanjang barisan itu.
Barisan seperti barisan-barisan (a),
(b), dan (c), setiap suku yang berurutan diperoleh dari suku sebelumnya dengan
menambah suatu bilangan tertentu yang tetap (disebut beda), adalah barisan aritmatika.
Sedangkan barisan (d) bukan merupakan barisan aritmatika karena selisih antara
suku-suku yang berdekatan tidak tetap.
Barisan aritmatika adalah barisan yang
selisih atau beda antar dua buah suku yang berurutan nilainya selalu tetap. Secara
umum dapat dikatakan bahwa: U1, U2, U3, U4,...,
Un disebut barisan aritmatika
jika U2-U1 = U3- U2 =... = Un-Un-1
= konstanta. Konstanta inilah yang disebut dengan beda (b). Rumus umum suku ke-n
barisan aritmatika dengan suku pertama α dan beda b dapat diturunkan seperti berikut:
U1 =
α
U2 =
α+b
U3 =
α+2b
U4 =
α+3b
Un
=α+(n-1)b
|
Contoh soal:
1. Carilah suku ke-20 barisan aritmatika -3, 2,
7,... !
Jawab:
α=
-3, b= 7-2= 5, n=20
Un
= α + (n-1) b
U20
= -3 + (20-1) . 5
U20
= -3 + 19.5
U20
= -3 + 95
U20
= 92
2. Suatu barisan aritmatika suku kelimanya
adalah 27 dan suku kedua belasnya adalah 62. Tentukanlah suku ke-30 pada
barisan tersebut!
Jawab:
U5
= α + (5-1)b
27
= α + 4b......................(I)
U12
= α + (12-1)b
62
= α + 11b....................(II)
Dari
persamaan I diperoleh 27 = α + 4b,maka α=27-4b............................(III)
Persamaan
III disubstitusikan ke dalam persamaan II
62
= 27 – 4b + 11b
62
= 27 + 7b
7b
= 35
b
= 5
b=
5 kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan I
27
= α + 4 (5)
27
= α + 20
α
= 7
Setelah
nilai α dan b diketahui, kemudian U30 bisa ditentukan
U30
= 7 + (30-1) 5
U30
=7 + (29 x 5)
U30
=7 + 145
U30
= 152
Jadi
suku ke-30 pada barisan aritmatika adalah 152.
|
Ada satu jenis lagi barisan, misalkan
seorang anak dalam suatu keluarga besar mempunyai 2 orang tua, 4 kakek-nenek, 8
buyut, 16 orang tuanya buyut, dan seterusnya. Kita melihat bahwa banyaknya
leluhur adalah 2, 4, 8, 16, ... . jenis barisan seperti ini disebut barisan geometri. Barisan geometri adalah
barisan yang perbandingan atau rasio antara dua buah suku yang berurutan
nilainya selalu tetap. Barisan geometri bisa juga diartikan sebagai suatu
barisan di mana setiap sukunya (kecuali suku pertama) dapat diperoleh dari suku
sebelumnya dikalikan dengan suatu konstanta, konstanta tersebut dinamakan rasio.
Rumus umum suku ke-n barisan geometri dengan suku pertama α
dan rasio r dapat ditentukan sebagai
berikut:
U1 =
α
U2 =
α.r
U3 =
α.r2
Un =
α.rn-1
|
Contoh soal:
1. Tentukan suku ke-8 dari barisan geometri
1250, 250, 50, ...!
Jawab:
Un = α.rn-1
U8 = 1250 .(
)8-1
U8 = 1250 .(
)7
U8 = 2 . 54.
U8 = 2 .
U8 = 2 .
U8 =
=
2. Suatu barisan geometri suku ke-3 nya adalah
12 dan suku ke-5 nya adalah 48. Tentukan suku ke-7 dari barisan tersebut!
Jawab:
Un = α . rn-1
U3 = α . r3-1
12 = α . r2..............................(I)
U5 =α . r5-1
48 = α . r4..............................(II)
Dari persamaan (I) diperoleh 12 = α
. r2 , maka α =
.....................(III)
Persamaan (III) disubtitusikan ke
dalam persamaan (II)
U7 = 3. 26
U7 = 3. 64
U7 = 192
|
B.
Basis Bilangan
Bilangan yang biasa kita kenal adalah berbentuk desimal (basis sepuluh).
Namun ternyata bentuk desimal ini bisa dikonversikan ke dalam basis selain sepuluh,
misalnya basis dua (biner), basis lima (quiner), basis delapan (oktal), dan basis
dua belas.
1.
Sistem Bilangan
Biner (Basis Dua)
Jika
dalam sistem bilangan desimal memiliki simbol angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
dan 9, maka pada sistem biner (basis dua) hanya memiliki simbol dua angka,
yaitu 0 dan 1. Sistem bilangan biner juga menggunakan nilai tempat sebagaimana
sistem bilangan desimal. Jika dalam sistem bilangan desimal mengenal nilai
tempat satuan, puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya, maka dalam sistem
bilangan biner mengenal nilai tempat satuan, duaan, empatan, delapanan, dan
seterusnya. Contoh: pada bilangan 1012, bilangan 1 yang pertama
memiliki nilai tempat empatan, bilangan 0 memiliki nilai tempat duaan, dan
bilangan 1 yang terakhir memiliki nilai tempat satuan.
Bilangan
biner dapat diubah ke dalam bentuk desimal dengan cara mengalikan bilangan pada
nilai tempat satuan dengan 20 dijumlahkan dengan bilangan pada nilai
tempat duaan yang dikalikan dengan 21 dijumlahkan dengan bilangan
pada nilai tempat empatan yang dikalikan dengan 22 dan seterusnya.
Contoh:
1112 = (1x22)+ (1x21)+
(1x20)
= (1x4) + (1x2) + (1x1)
= 4 + 2 +1
= 7
|
Tidak
hanya bilangan biner yang dapat diubah menjadi bilangan desimal, bilangan
desimal pun dapat diubah ke dalam bentuk biner, yaitu dengan cara membagi
sebarang bilangan (basis sepuluh) dengan bilangan 2, kemudian meletakkan hasil
baginya di bawah bilangan yang dibagi, dan menuliskan sisanya di sisi kanan
bilangan yang dibagi. Hal tersebut dilakukan terus-menerus sampai bilangan
tersebut tidak dapat dibagi lagi. Kemudian untuk menentukan besarnya bilangan
biner ditulis dari bilangan yang berada paling bawah sampai bilangan yang
paling atas. Contoh:
Bilangan
44 diubah ke dalam bentuk biner
2
|
44
|
Sisa 0
|
2
|
22
|
Sisa 0
|
2
|
11
|
Sisa 1
|
2
|
5
|
Sisa 1
|
2
|
2
|
Sisa 0
|
1
|
Maka
bilangan 44 sama dengan 1011002.
2.
Sistem Bilangan Quiner
(Basis Lima)
Pada
sistem bilangan quiner (basis lima) memiliki simbol lima angka, yaitu 0, 1, 2,
3, dan 4. Sistem bilangan quiner juga menggunakan nilai tempat sebagaimana
sistem bilangan biner dan desimal. Dalam sistem bilangan quiner mengenal nilai
tempat satuan, limaan, dua puluh limaan, seratus dua puluh limaan, enam ratus
dua puluh limaan, dan seterusnya. Contoh: pada bilangan 4325,
bilangan 4 memiliki nilai tempat dua puluh limaan, bilangan 3 memiliki nilai
tempat limaan dan 2 memiliki nilai tempat satuan.
Bilangan
quiner dapat diubah ke dalam bentuk desimal dengan cara mengalikan bilangan
pada nilai tempat satuan dengan 50 dijumlahkan dengan bilangan pada
nilai tempat limaan yang dikalikan dengan 51 dijumlahkan dengan
bilangan pada nilai tempat dua puluh limaan yang dikalikan dengan 52
dan seterusnya. Contoh:
3215 = (3x52) + (2x51) +
(1x50)
= (3x25) + (2x5) + (1x1)
= 75 + 10 + 1
= 86
|
Bilangan
desimal dapat diubah ke dalam bentuk quiner, yaitu dengan cara membagi sebarang
bilangan (basis sepuluh) dengan bilangan 5, kemudian meletakkan hasil baginya
di bawah bilangan yang dibagi, dan menuliskan sisanya di sisi kanan bilangan
yang dibagi. Hal tersebut dilakukan terus-menerus sampai bilangan tersebut
tidak dapat dibagi lagi. Kemudian untuk menentukan besarnya bilangan quiner
ditulis dari bilangan yang berada paling bawah sampai bilangan yang paling
atas. Contoh:
Bilangan
1.354 diubah ke dalam bentuk quiner
5
|
1354
|
Sisa 4
|
5
|
270
|
Sisa 0
|
5
|
54
|
Sisa 4
|
5
|
10
|
Sisa 0
|
2
|
Maka
bilangan 1.354 sama dengan 204045
3.
Sistem Bilangan
Oktal (Basis Delapan)
Pada
bilangan oktal (basis delapan) memiliki simbol delapan angka, yaitu 0, 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7, dan 8. Sistem bilangan oktal mengenal nilai tempat satuan,
delapanan, enam puluh empatan, lima ratus dua belasan, empat ribu sembilan
puluh enaman dan seterusnya. Contoh: pada bilangan 7468, bilangan 7
memiliki nilai tempat enam puluh empatan, bilangan 4 memiliki tempat delapan
dan bilangan 6 memiliki nilai tempat satuan.
Bilangan
oktal dapat diubah ke dalam bentuk desimal dengan cara mengalikan bilangan pada
nilai tempat satuan dengan 80 dijumlahkan dengan bilangan pada nilai
tempat delapanan yang dikalikan dengan 81 dijumlahkan dengan
bilangan pada nilai tempat enam puluh empatan yang dikalikan dengan 82
dan seterusnya. Contoh:
618 = (6x81) + (1x80)
= (6x8) + (1x1)
= 48 + 1
= 49
|
Bilangan
desimal dapat diubah ke dalam bentuk oktal, yaitu dengan cara membagi sebarang
bilangan (basis sepuluh) dengan bilangan 8, kemudian meletakkan hasil baginya
di bawah bilangan yang dibagi, dan menuliskan sisanya di sisi kanan bilangan
yang dibagi. Hal tersebut dilakukan terus-menerus sampai bilangan tersebut
tidak dapat dibagi lagi. Kemudian untuk menentukan besarnya bilangan oktal
ditulis dari bilangan yang berada paling bawah sampai bilangan yang paling
atas. Contoh:
Bilangan
2.571 diubah ke dalam bentuk quiner
8
|
2571
|
Sisa 3
|
8
|
321
|
Sisa 1
|
8
|
40
|
Sisa 0
|
5
|
Maka
bilangan 2.571 sama dengan 50138
4.
Sistem Bilangan
Basis Dua Belas
Dalam
basis dua belas, ada dua belas digit. Kita mempunyai sepuluh digit pada basis
sepuluh, lima digit pada basis lima, dan dua digit pada basis dua. Di dalam
basis dua belas kita membutuhkan simbol baru digit setelah 9 dan setelah itu.
Simbol yang kita pilih adalah secara berturut-turut T dan E. Sehingga dua belas
digit itu adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, T,E. Dengan demikian, di dalam
basis dua belas kita membilang “0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, T, E, 10, 11, 12,
..., 18, 19, 1T, 1E, 20, 21, 22, ..., 2T, 2E, 30,...”.
Bilangan
basis dua belas dapat diubah ke dalam bentuk desimal dengan cara mengalikan
bilangan pada nilai tempat satuan dengan 120 dijumlahkan dengan
bilangan pada nilai tempat dua belasan yang dikalikan dengan 121
dijumlahkan dengan bilangan pada nilai tempat seratus empat puluh empatan yang
dikalikan dengan 122 dan seterusnya. Contoh:
E2T12 = (11x122) + (2x121)
+ (10x120)
= (11x144) + (2x12) + (10x1)
= 1584 + 24 + 10
= 1618
|
Bilangan
desimal dapat diubah ke dalam bentuk basis dua belas, yaitu dengan cara membagi
sebarang bilangan (basis sepuluh) dengan bilangan 12, kemudian meletakkan hasil
baginya di bawah bilangan yang dibagi, dan menuliskan sisanya di sisi kanan
bilangan yang dibagi. Hal tersebut dilakukan terus-menerus sampai bilangan
tersebut tidak dapat dibagi lagi. Kemudian untuk menentukan besarnya bilangan
basis dua belas ditulis dari bilangan yang berada paling bawah sampai bilangan
yang paling atas. Contoh:
Bilangan
3.427 diubah ke dalam bentuk quiner
12
|
3427
|
Sisa 7
|
12
|
285
|
Sisa 9
|
12
|
23
|
Sisa E
|
1
|
Maka
bilangan 3.427 sama dengan 1E9712
Bilangan 1-30 dalam Sistem Biner,
Quiner, Oktal, dan Desimal
Desimal
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
Biner
|
1
|
10
|
11
|
100
|
101
|
110
|
111
|
1000
|
1001
|
1010
|
Quiner
|
1
|
2
|
3
|
4
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
20
|
Oktal
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
10
|
11
|
12
|
Desimal
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
19
|
20
|
Biner
|
1011
|
1100
|
1101
|
1110
|
1111
|
10000
|
10001
|
10010
|
10011
|
10100
|
Quiner
|
21
|
22
|
23
|
24
|
30
|
31
|
32
|
33
|
34
|
40
|
Oktal
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
Desimal
|
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
27
|
28
|
29
|
30
|
Biner
|
10101
|
10110
|
10111
|
11000
|
11001
|
11010
|
11011
|
11100
|
11101
|
11110
|
Quiner
|
41
|
42
|
43
|
44
|
50
|
51
|
52
|
53
|
54
|
60
|
Oktal
|
25
|
26
|
27
|
30
|
31
|
32
|
33
|
34
|
35
|
36
|
Penjumlahan
dan Pengurangan
Sama seperti pada basis sepuluh, pada
basis non-sepuluh pun kita harus belajar fakta dasar penjumlahan dan
pengurangan sebelum kita belajar algoritma-algoritma. Sekarang kita pusatkan
perhatian kita pada bilangan berbasis lima. Untuk mempelajari fakta dasar
penjumlahannya kita dapat membangun tabel penjumlahan sebagai berikut.
Tabel 1
Penjumlahan (Basis Lima)
+
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
1
|
2
|
3
|
4
|
10
|
2
|
2
|
3
|
4
|
10
|
11
|
3
|
3
|
4
|
10
|
11
|
12
|
4
|
4
|
10
|
11
|
12
|
13
|
Dari fakta penjumlahan pada tabel di
atas, kita mengembangkan algoritma penjumlahan basis lima seperti penjumlahan
pada basis sepuluh. Misalkan kita menjumlahkan 125 + 315.
Untuk menyelesaikan masalah ini, kita dapat menggunakan beberapa cara, yaitu:
a. Menggunakan benda-benda kongrit.
Dalam
cara ini dapat memanfaatkan batang-batang limaan dan batang-batang satuan.
Yaitu:
1. Siapkan satu buah batang limaan dan dua buah
batang satuan.
2. Siapkan tiga buah batang limaaan dan satu
batang satuan.
3. Gabungkan batang-batang itu dan kita akan
memperoleh empat batang limaan dan tiga batang satuan.
b. Menggunakan pengantar algoritma.
Limaan
|
Satuan
|
1
|
2
|
3
|
1 +
|
4
|
3
|
c. Menggunakan algoritma biasa.
125
|
315 +
|
435
|
Untuk menyelesaikan pengurangan, kita
dapat memanfaatkan tabel 1 karena pengurangan adalah balikan dari penjumlahan.
Misalkan 125 - 45 = 35 , karena kita tahu
bahwa 45 + 35 = 125. Untuk menyelesaikan
penjumlahan atau pengurangan sering kali kita harus menggunakan “pengelompokan
kembali” atau regrouping. Sebagai
contoh, kita ingin menyelesaikan 325 - 145.
Cara 1
Langkah pertama, siapkan 3 buah batang
limaan dan 2 buah batang satuan. Langkah kedua, tukar satu batang limaan dengan
batang satuan, sehingga kita mempunyai 2 batang limaan dan 7 batang satuan.
Langkah berikutnya, singkirkan 1 batang limaan dan 4 batang satuan. Dengan
demikian, batang-batang yang tersisa adalah 1 batang limaan dan 3 batang
satuan. Hal ini mempresentasikan 325 – 145 = 135.
Cara 2
Cara ini dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
Limaan
|
Satuan
|
3
|
2
|
1
|
4 -
|
Limaan
|
Satuan
|
3
|
7
|
1
|
4 -
|
1
|
3
|
Perkalian
dan Pembagian
Sebagaimana pada penjumlahan dan
pengurangan, sekarang kita juga perlu mengidentifikasi fakta-fakta dasar
perkalian sebelum menggunakan algoritma-algoritma. Fakta-fakta ini diturunkan
dengan menggunakan penjumlahan. Fakta-fakta dasar perkalian untuk basis lima
disajikan sebagai berikut.
Tabel 2
Perkalian (Basis Lima)
x
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
2
|
0
|
2
|
4
|
11
|
13
|
3
|
0
|
3
|
11
|
14
|
22
|
4
|
0
|
4
|
13
|
22
|
31
|
Sebagai contoh 215 x 35
215
|
|
35 x
|
|
3
|
|
110 +
|
|
113
|
Pembagian dapat ditampilkan dengan menggunakan
fakta-fakta perkalian dan definisi pembagian. Sebagai contoh, 225 :
35 = c jika dan hanya jika c . 35 = 225. Dari
tabel perkalian kita mengetahui bahwa c = 45. Sebagaimana pada basis
sepuluh, pembagian-pembagian multidigit pada basis lima perlu sering latihan
agar efisien. Gagasan tentang algoritma pembagian dapat diselesaikan dengan
menggunakan teknik pengurangan berulang atau dengan menggunakan algoritma
biasa. Contoh:
345
|
||
435
|
32415
|
|
234 -
|
||
401
|
||
332 -
|
||
4
|